Ternyata Ini Perbedaan antara Ekosistem Esports Indonesia dan Malaysia

Selasa, 17 Desember 2019 | 19:15
Moonton

Esports

GridGames.ID - Dua negara yang bertetangga, Indonesia dan Malaysia, bisa dibilangpunya kedekatan dalam hal bahasa, sosial, budaya, dan yang lain-lainnya.

Indonesia dan Malaysia sendiri sama-sama memulai industri atau ekosistem esports dalam waktu yang berdekatan.

Lantas,bagaimana soal industri atau ekosistem esports Indonesia dan Malaysia? Apa sajakah perbedaan antara keduanya?

Moonton
Moonton

Grand Final MPL ID Season 4 di Tennis Indoor Senayan, Jakarta

Dylan Chia, selaku MPL Indonesia Marketing Director berbagi ceritanya dan menjawab pertanyaan di atas.

Sebelum Dylan fokus menggarapesportsMobile Legends: Bang Bang di Indonesia, ia berkecimpung di industriesportsMalaysia yang berawal dari tahun 2011.

Meski sempat hiatus dariesportsdan menggarap ekosistem sepak takraw di sana, ia kembali terjun keesportssaat MPL MY/SG memulai musim pertamanya.

Baca Juga: Timnas MLBB Indonesia Berhasil Bawa Pulang Medali Perak SEA Games 2019

Event dan Fans Esports

Dalam gelaran Grand FinalM1 World Championship 2019 yang berlangsung pada 15-17 November 2019 lalu dan digelar di Axiata Arena, Kuala Lumpur, Malaysia, ada tiket masuk yang harus dibayarkan untuk bisa menonton langsung.

Tiket 3 hari termurah saat itu dibanderol dengan harga RM55 alias sekitar Rp185 ribu dan total pengunjung selama 3 hari yang datang langsung menonton ajang tersebut mencapai 18 ribu orang.

Di sisi lain, Grand Final MPL ID Season 3 adalah satu-satunya gelaran MPL dengan tiket berbayar (Rp 60 ribu untuk harga tiket termurah selama 3 hari) dan, faktanya, gelaran ini jadi event paling sepi sepanjang sejarah MPL di Indonesia.

Baca Juga: 5 Tim Ini Hadirkan Performa Mengejutkan di M1 World Championship

Apakah memang fans esports di Malaysia lebih mau mengeluarkan uang untuk menonton langsung?

Dylan menjawab, “iya, mereka lebih mau keluar uang karena di Malaysia sudah sering event-event berskala internasional seperti tahun ini ada Kuala Lumpur Major untuk Dota 2. Meski memang untuk event-event berskala nasional di sana juga lebih banyak yang gratis ketimbang berbayar.”

Untuk urusan dompet, fans esports Indonesia lebih pelit namun usaha yang dikeluarkan atau semangat yang ditunjukkan oleh para pendukung esports tanah air jauh lebih besar.

“Untuk semangatnya, asalkan gratis, fans Indonesia jauh lebih baik ketimbang Malaysia. Saya kemarin sempat terkejut sekaligus terharu saat melihat para pengunjung Grand Final MPL ID S4 yang rela kehujanan demi menonton jagoannya bertanding.”

Pengunjung Grand Final MPL ID S4 memang tumpah ruah melebihi kapasitas gedung Tennis Indoor Stadium, Gelora Bung Karno, sehingga memang ada banyak sekali pengunjung yangnggak bisa masuk.

Moonton
Moonton

Antusiasme penggemar eSports di Indonesia saat MPL ID Season 4

Dalam 2 hari event, ada 20 ribu orang yang memadati lokasi, namun mereka yang nggak bisa masuk tetap bertahan sembari menonton di layar lebar yang disediakan di samping gedung.

Dukungan Pemerintah

Di akhir bulan November 2019 kemarin, Menteri Pemuda dan Olahraga Malaysia, Syed Saddiq merilis sebuah dokumen setebal 144 halaman yang berjudul “Strategic Plan for Esports Development 2020- 2025”.

Di dalamnya, sang menteri menuliskan rencananya membangun esports negeri jiran selama 5 tahun ke depan.

Baca Juga: Babat Malaysia, Timnas MLBB Indonesia Amankan Medali SEA Games 2019

Lalu, apakah dukungan pemerintah di sana lebih baik ketimbang dukungan pemerintah Indonesia untuk ekosistem esports?

Pasalnya, jika ‘hanya’ sebatas dukungan moril, pemerintah Indonesia juga sudah berulang kali menyatakannya.

Bentuk konkret dukungan esports dari pemerintah Indonesia yang sudah terealisasi mungkin hanyalah Piala Presiden.

Dok. PPE 2020
Fahmi Satrio

Seremoni Kick Off Piala Presiden Esports 2020

Dylan nggak bisa mengatakan dukungan pemerintah mana yang lebih baik antara kedua negara namun yang pasti pemerintah Malaysia jelas lebih berani dan frontal dalam membela komunitas esports.

“Mungkin karena memang usia menterinya lebih muda dan familiar dengan esports,” katanya.

Dari sisi institusi pendidikan formal, di Malaysia ada sebuah universitas yang menawarkan program studi esports, yaitu Asia Pacific University, lengkap dengan sertifikasi buat para peserta didiknya.

Sedangkan di Indonesia, pionir untuk esports di institusi pendidikan formal adalah SMA 1 PSKD, namunmasih jadi sebatas kegiatan ekstra kurikuler.

Universitas tadi benar-benar menawarkan jurusan khusus esports, bukan hanya program studi game secara umum karena di Indonesia juga sudah banyak yang seperti itu.

Baca Juga: 5 Alasan Indonesia jadi Trendsetter Esports Dunia untuk Mobile Legends

Profesionalisme dan Industri

Nampaknya, Indonesia bisa dibilang lebih unggul dalam hal profesionalisme dan industri.

Jika berbicara soal tim/organisasi, ada sejumlah organisasi esports Indonesia yang sudah melebarkan sayapnya ke luar negeri.

EVOS Esports punya tim yang tersebar di 6 negara di Asia Tenggara,ONIC punya tim yang turut serta di MPL PH, RRQ juga punya divisi di Thailand, Bigetron juga sempat punya tim yang ikut serta di MPL MY/SG Season 2, dan Aerowolf pun punya tim Rainbow Six: Siege di Singapura.

Jika berbicara tentang tim esports asal Malaysia, baru Geek Fam yang punya divisi di lain negara, setidaknya di ekosistem esports MLBByang ikut serta MPL ID sejak Season 4.

Facebook MLBB
Facebook MLBB

Geek Fam Indonesia

Namun demikian, di Dota 2, ada Fnatic yang punya basecamp di Malaysia, meski Fnatic adalah tim yang asalnya dari Eropa.

Ditambah lagi, menurut pengakuan Dylan, karena perubahan MPL ID S4 yang jadi sistem franchise tim-tim MLBB di Indonesia boleh dibilang lebih profesional soal pengelolaan dan manajemen tim.

Sedangkan untuk tim-tim peserta MPL MY/SG, rata-rata pesertanya masih bisa dikategorikan sebagai semi-pro.

Moonton
Moonton

EVOS Legends juara 1 M1 World Championship

Saat ini, banyak perusahaan raksasa ataupun bahkan konglomerasi asal Indonesia yang sudah investasi ke esports, seperti Salim Group, Sinarmas, grup Djarum, dkk.

Dylan mengatakan, “jumlah perusahaannya mungkin hampir sama, seperti Air Asia, U Mobile (sponsor M1 World Championship 2019), dan yang lainnya.Namun sponsor-sponsor di Indonesia lebih berani mengeluarkan dana yang lebih besar.”

Baca Juga: Bukti Perjalanan Mobile Legends Bangun Ekosistem Esports Indonesia

Akhirnya, dari sisi prestasi, setidaknya untuk MLBB, Indonesia juga boleh dibilang lebih unggul dari Malaysia.

MSC 2019 dan M1 World Championship 2019 jadi bukti konkret soal torehan prestasi, demikian juga dari capaian SEA Games 2019 untuk MLBB.

Meski begitu, ada hal-hal lainnya yang mungkin bisa kita pelajari dari ekosistem ataupun industri esports di sana, ya, guys! (*)

Tag

Editor : Amalia Septiyani